Header Ads

Breaking News
recent

Hentikan Provokasi dan Hoaks Blok Wabu Picu Keresahan Masyarakat

 Blok Wabu yang berada di Intan Jaya, Papua, menjadi sorotan karena memiliki potensi kandungan emas yang sangat besar. Bahkan, potensinya disebut lebih besar dari tambang Grasberg yang dimiliki oleh Freeport Indonesia. Dengan potensi yang begitu besar, Blok Wabu di Intan Jaya, Papua, menjadi salah satu wilayah yang menarik perhatian para pengusaha tambang untuk menggali lebih dalam potensi emasnya.

Tidak hanya itu, berbagai kepentingan juga memanfaatkan potensi tersebut untuk memuluskan tujuannya. Alhasil, berbagai berita dan informasi seputar Blok Wabu dimanipulasi oleh kelompok yang tidak bertanggung jawab. Hoaks pun menyebar dengan cepat hingga banyak mempengaruhi masyarakat, khususnya di Papua.

Masyarakat sipil, para tokoh, hingga pejabat publik juga bereaksi terkait rencana pengelolaan Blok Wabu. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius karena berpotensi merusak stabilitas dan kredibilitas pemerintah. Munculnya informasi palsu yang mencoba mengaitkan pengelolaan Blok Wabu dengan dampak buruk terhadap lingkungan ataupun kesengsaraan bagi masyarakat Papua terus dipolitisasi guna menciptakan ketidakpercayaan terhadap kebijakan pemerintah dan tentunya mengganggu proses investasi yang sedang berlangsung.

Politisasi isu menjadi bagian dari strategi kampanye negatif yang biasa dilakukan kelompok kepentingan yang sering digunakan untuk melemahkan pemerintah. Dalam setiap kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat, strategi ini kerap digunakan untuk menyerang melalui pemanfaatan beragam isu.

Kasus Blok Wabu menjadi contoh nyata bagaimana politisasi isu dapat memengaruhi stabilitas investasi dan memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Oleh karena itu, edukasi masyarakat tentang pentingnya memahami fakta dan konteks serta rencana ke depan dalam pengelolaan Blok Wabu oleh pemerintah, yakni semata-mata demi kepentingan masyarakat Papua. Diharapkan politisasi isu Blok Wabu dapat diminimalisir sehingga stabilitas keamanan maupun investasi dapat terjaga dengan baik yang pada akhirnya akan menyejahterakan masyarakat asli Papua.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan meminta masyarakat untuk tidak membuka konten penyebar hoaks, khususnya di media sosial. Pemerintah telah menanggapi isu ini dengan menyerukan kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati.

Samuel juga menyatakan bahwa penyebaran hoaks semakin marak, dan salah satu langkah untuk meredamnya adalah dengan tidak membuka akun-akun yang dikenal sebagai penyebar konten hoaks. Kemenkominfo juga terus berkoordinasi dengan platform digital terkait pengawasan penyebaran hoaks di ruang digital. Jika ada konten yang terbukti berisi informasi hoaks maka akan di-takedown dan bahkan menutup akun.

Perlu diketahui bahwa sebelum tahun 2018, Blok Wabu telah dikembalikan oleh Freeport Indonesia ke pemerintah, dan sejak itu menjadi perhatian para pengusaha. Menurut perusahaan tambang Mining and Industry Indonesia (MIND ID), wilayah tambang ini memiliki potensi emas sekitar 8,1 juta ounces.

Meskipun sebelumnya masuk ke dalam wilayah kerja PT Freeport Indonesia di kontrak karya, Blok Wabu belum pernah ditambang sebelum diserahkan kembali kepada pemerintah. Namun, potensi yang dimiliki Blok Wabu telah menarik minat MIND ID dan PT Aneka Tambang Tbk. untuk mengelolanya.

MIND ID bahkan menyatakan bahwa hasil penghitungan sumber daya pada 1999 menunjukkan potensi mencapai sekitar 117,26 juta ton dengan rata-rata 2,16 gram emas per ton. Hal ini membuat Antam, anak perusahaan MIND ID, siap untuk bekerja sama dengan badan usaha milik daerah (BUMD) jika diberi kesempatan untuk mengelola Blok Wabu.

Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2020 menunjukkan bahwa Blok Wabu memiliki potensi sumber daya sebanyak 117,26 ton bijih emas dengan rata-rata kadar 2,16 gram emas per ton. Sementara itu, Peneliti Alpha Research Database, Ferdy Hasiman menyatakan bahwa potensi ini memiliki nilai yang signifikan, bahkan lebih besar dari kandungan emas di Grasberg milik Freeport Indonesia.

Kepala Bidang Pemerintahan Umum dan Pemerintahan Desa, Kedeputian Bidang Polhukam Sekretariat Kabinet, Retno Wulandari menegaskan bahwa setiap kebijakan pemerintah untuk Papua, seperti otonomi khusus diberikan dalam rangka untuk mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa; memberikan penghargaan atas kesetaraan dan keragaman kehidupan sosial budaya masyarakat Papua; serta memastikan pengelolaan sumber daya alam dan penyelenggaraan pemerintahan dapat mewujudkan tercapainya kesejahteraan masyarakat agar tidak lagi ada kesenjangan antara Provinsi Papua dan provinsi lainnya.

Tentunya pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) Papus dan pemanfaatannya dikhususkan untuk kesejahteraan masyarakat Papua sendiri. Pemerintah juga senantiasa menempatkan masyarakat asli Papua sebagai subyek utama sekaligus sebagai obyek dalam pelaksanaan pembangunan di Papua. Sehingga tidak boleh lagi ada statement yang menggiring pengelolaan Blok Wabu akan menyengsarakan masyarakat Papua, justru pemerintah berupaya maksimal bagaimana pengelolaan SDA di Papua bisa dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat setempat. Jangan sampai kekayaan Tanah Papua dicaplok asing yang mengaku sebagai bagian pembela masyarakat Papua.

Maka dari itu, penting bagi masyarakat dan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap hoaks terkait Blok Wabu. Langkah-langkah seperti verifikasi sumber informasi, memperhatikan konteks dan fakta, serta edukasi masyarakat tentang literasi digital sangat diperlukan dalam menghadapi tantangan ini.

Selain itu, melaporkan hoaks kepada otoritas yang berwenang juga merupakan langkah yang penting untuk mencegah penyebaran informasi palsu yang lebih luas. Hanya dengan mengedepankan kebenaran dan menghindari politisasi, investasi Blok Wabu dapat memberikan manfaat yang optimal bagi pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Papua.

 

)* Penulis adalah Pengamat Sosial dari Jaya Papua Institute

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.